Jalan
Ketiga menurut Anthony Giddens
Anthony
Giddens mengamati jalannya dunia sekarang ini dalam kondisi ketidakpastian.
Ketidakpastian ini telah direkayasa oleh manusia sendiri berkat teknologi yang
diciptakannya atau yang dikenal dengan istilah ”Manufactured Uncertainy”. Dia
juga mengatakan bahwa dunia tanpa kendali, run
away, yang mengakibatkan segala macam permasalahan. Untuk keluar dari semua
itu, Giddens menyebut, (sekurang-kurangnya) ada lima dilema, yang harus
dihadapi yakni, 1) globalisasi, 2) indivdualisme, 3) kiri-kanan
(sosialisme-kapitalisme), 4) munculnya isu-isu ekologis (lingkungan), dan 5)
subyek-pelaku politik (munculnya gerakan-gerakan baru).
Dari kelima dilema
inilah kemudian Giddens menawarkan “Jalan Ketiga”nya. Tawaran ”Jalan Ketiga”
Giddens tidak sekadar pilihan antara sosialisme dan kapitalisme, antara negara
dan pasar, tetapi lebih dari itu, suatu jalan untuk meredakan ketegangan antara
risiko (high consequence risk) dan
keamanan (ontological security). Tujuan
umum dari ”Jalan Ketiga” adalah membantu anggota masyarakat merintis jalan
mereka melalu revolusi utama. Karena itu, politik ”Jalan Ketiga” memandang
bahwa globalisasi adalah positif. Namun, globalisasi juga harus diwaspadai
karena dampaknya yang dasyat terutama dalam bidang ekonomi.
“Jalan
ketiga” Giddens selanjutnya, yaitu individualisme memang berbahaya, tetapi
tidak boleh begitu saja ditaklukan oleh kolektivisme. Di sini gunanya peran
negara untuk mengendalikan kerakusan kapitalisme, tetapi juga tidak boleh
sedemikian besar sehingga melumpuhkan minat investor atau menjadi negara
totalliter. Industrialisme juga perlu untuk menstranformasi alam, tetapi harus
dilakukan harus dilakukan sedemikian rupa dengan memperhatikan faktor resiko
yang ditimbulkan. Motto dalam politik ”Jalan Ketiga” adalah tak ada hak tanpa
tanggung jawab. Pedoman yang kedua dalam politik ”Jalan Ketiga” adalah tak ada
otoritas tanpa demokrasi. Maksudnya adalah pemerintah membangun kontak yang
lebih langsung dengan masyarakat, dan sebaliknya, masyarakat dengan pemerintah melalui
eksperimen-eksperimen demokrasi.
Sebab-sebab
mendasar gagasan jalan ketiga adalah analisis Giddens yang tajam mengenai
semakin mengemukanya pasar global dan mundurnya perang berskala besar yang
telah memepengaruhi struktur dan legitimasi pemerintah. Demikian juga sebab
lainnya (sebenarnya sudah disinggung di atas) yang mencakup semakin meluasnya
penyebaran demokratisasi, yang berkaitan erat dengan pengaruh tradisi dan adat
istiadat yang tumpang tindih. Daya tarik demokrasi menurutnya bukanlah
sepenuhnya (dan bukan terutama) muncul dari kemenangan institusi-institusi
demokrasi liberal atas institusi-institusi lain, melainkan dari
kekuatan-kekuatan yang lebih dalam yang membentuk kembali masyarakat global
termasuk tuntutan atas otonomi individual dan munculnya masyarakat yang lebih
reflektif.
Pendapat
saya
terhadap konsepsi “Jalan Ketiga” Gidden. Sebenarnya untuk memberikan pendapat
tentang konsepsi “Jalan Ketiga” Gidden diperlukan pemahaman utuh (bukan
sepenggal-sepenggal), tentunya dengan cara membaca bukunya secara langsung.
Namun, karena keterbatasan maka jawaban berikut merupakan sebuah upaya
mengumpulkan serpihan-serpihan tulisan yang termuat dalam beberapa website yang
kemudian direduksi menjadi sebuah pendapat yang mungkin berupa serpihan juga.
Konsepsi
Giddens tentang “Jalan Ketiga” menurut saya merupakan sesuatu yang sudah lama
dibicarakan. Permasalahan globalisasi, individualisme, sosialisme-kapitalisme,
lingkungan, dan politik memang kerap menjadi perdebatan yang muaranya pada
penilaian atau pemihakan pada salah satunya dan yang kemudian apa yang
dianggapnya sebagai masalah. Namun, dalam pandangan Giddens, hal tersebut
dikupas dari sudut dilematisnya. Hal yang saya setujui adalah bahwa Giddens
melihat kedua jalan itu ada benarnya dan ada salahnya juga. Misalnya,
globalisasi. Salah satu karakter globalisasi sendiri adalah semakin kaburnya
border dan akses atas informasi yang kian tak terbatas. Arus informasi yang tak
terbatas ini ternyata tidak dibarengi oleh penyelesaian tiga fenomena, yaitu disparitas
kaya-miskin, destruksi lingkungan, dan penindasan oleh ruling class (kelas pembuat aturan). Namun, hal yang masih belum
sependapat adalah, ide-ide Giddens ini agak kurang dioperasionalkan, sehingga
banyak yang menganggap apa yang ditulis Giddens sebagai hal yang utopis (tidak
mungkin). Dan di Indonesia sendiri, sebenarnya ide Giddens ini sudah tersirat
dalam konteks Negara Indonesia yang berdemokrasi Pancasila. Ya, Pancasila
merupakan dasar Negara yang tidak menganut sosialis maupun kapitalis, meskipun kenyataannya
sulit untuk diterapkan.
Teori
Fukuyama dan Perilaku Politik Luar Negeri Amerika Serikat
Dalam
bukunya “The End of History and the Last Man”, Francis Fukuyama menyatakan
bahwa demokrasi liberal merupakan tujuan akhir dari evolusi ideologi umat
manusia dan bentuk final dari pemerintahan manusia. Pandangan ini muncul
pascakekalahan sosialis-komunis yang ditandai runtuhnya Uni Soviet. Lebih
lanjut Francis Fukuyama menjelaskan bahwa demokrasi liberal, sebagai sistem pemerintahan
yang telah memperoleh legitimasi yang kuat di seluruh dunia, merupakan “the end
of history”. Pada akhir sejarah, menurut Fukuyama, tak ada lagi tantangan
idiologis yang serius terhadap demokrasi liberal. Pada masa lalu, manusia
menolak demokrasi liberal sebab mereka percaya bahwa demokrasi liberal adalah
inferior terhadap berbagai ideologi dan sistem lainnya, seperti monarki,
teokrasi, fasisme, komunisme, totalitarianisme, atau apa pun. Tetapi, sekarang,
katanya, demokrasi liberal sudah menjadi konsensus umat manusia, kecuali dunia
Islam. Jika ditanya pendapat saya, tentu saya
tidak setuju dengan pendapat tersebut.
Ada hal-hal menarik di lapangan yang
mematahkan pendapat Fukuyama tersebut. Taruhlah Fukuyama menyatakan bahwa tidak
ada tantangan ideologis lagi bagi demokrasi liberal pascaruntuhnya
sosialis-komunis, tetapi banyak kebijakan-kebijakan Barat (Amerika) yang
cenderung memandang Islam sebagai tantangan paling serius selanjutnya. Apalagi pascaruntuhnya gedung kembar (WTC) di
Amerika yang kemudian memunculkan jargon antiterorisme yang justru anehnya
ditujukan pada umat Islam (lucu kan?). Perang terhadap terorisme inilah yang
merupakan bukti perilaku politik luar negeri Amerika Serikat membenarkan teori
yang diungkapkan oleh Fukuyama.
Sumber
Bacaan
Ahmad
Rizky Mardhatillah Umar. 2009. Menelusuri
Jalan Ketiga Anthony Giddens. http://ibnulkhattab.blogspot.com.
Anonim.
2011. Francis Fukuyama tentang Akhir
Sejarah. http://
kampusbebeck.
blogspot.com .
Anonim.
2007. The Third Way: The Renewal of
Social Democracy. http://norpud.blogspot.com.
M. Yudhi Haryono.
2009. Giddens untuk Pemula. http://tokohbangsa.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar