Implementasi
Pendidikan Karakter dalam Proses Pembelajaran
Oleh: Daryo Susmanto
Abstrak
Fenomena-fenomena
perilaku menyimpang dalam masyarakat kerap memunculkan keprihatinan. Perlu
upaya yang serius untuk menangani fenomena tersebut. Pendidikan sebagai salah
satu upaya untuk perbaikan kadang dicap juga sebagai penyebab fenomena
tersebut. Pendidikan dianggap kurang berhasil dalam mengajarkan nilai-nilai
budaya dan karakter bangsa. Pendidikan harus mampu mengubah fenomena tersebut
ke arah yang lebih baik. Pendidikan nilai budaya dan karakter bangsa tidak
harus menjadi pelajaran tersendiri, tetapi cukup diintegrasikan dalam mata
pelajaran yang sudah ada. Implementasinya, pendidikan nilai budaya dan karakter
bangsa bisa diterapkan dalam kelas, kegiatan ekstrakurikuler atau pembiasaan,
dan budaya sekolah.
Permasalahan
budaya dan karakter bangsa saat ini tengah menjadi sorotan masyarakat luas.
Sorotan ini muncul berkaitan dengan fenomena-fenomena perilaku menyimpang di
berbagai wilayah Indonesia. Dari tawuran antarpelajar, tawuran antarmahasiswa,
sampai tawuran antarwarga. Selain itu, korupsi, kejahatan seksual, perampokan,
pembunuhan, perilaku konsumtif, pornografi dan pornoaksi juga kian merebak.
Berbagai alternatif penyelesaian seperti peraturan dan upaya penegakan hukum
telah diupayakan, tetapi fenomena ini tetap terus menguat.
Salah satu alternatif penyelesaian
permasalahan budaya dan karakter bangsa yang kerap dibicarakan adalah
pendidikan. Pendidikan juga kerap dianggap sebagai penyebab dari fenomena
tersebut, yakni rusaknya generasi muda disebabkan oleh gagalnya sistem
pendidikan yang ada. Pendidikan sebagai alternatif preventif diharapkan mampu
mengembangkan kualitas generasi muda bangsa dalam berbagai aspek yang dapat
memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai permasalahan budaya dan karakter
bangsa tersebut.
Dampak dari proses pendidikan memang
tidak langsung terlihat saat proses pendidikan berlangsung, namun pendidikan
memiliki daya tahan dan dampak yang kuat di masyarakat pada waktunya. Oleh
karena itu, kurikulum pendidikan yang merupakan jantungnya pendidikan sudah
seharusnya memberikan perhatian yang lebih besar pada pendidikan budaya dan
karakter bangsa dibandingkan dengan kurikulum sebelumnya.
Pendidikan budaya dan karakter bangsa
telah mendapat perhatian dari masyarakat dan pemerintah. Upaya pengembangan
pendidikan budaya dan karakter bangsa ini telah dilakukan di berbagai
direktorat dan bagian di berbagai lembaga pemerintah, khususnya di berbagai
unit Kementerian Pendidikan Nasional (Sekarang Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Nasional).
Pada dasarnya, pendidikan karakter
bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral,
bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis,
berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan
takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila. Sementara itu, pendidikan
karakter berfungsi sebagai berikut. (1) mengembangkan potensi dasar agar
berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik; (2) memperkuat dan
membangun perilaku bangsa yang multikultur; (3) meningkatkan peradaban bangsa
yang kompetitif dalam pergaulan dunia.
Pendidikan karakter dilakukan melalui
berbagai media yang mencakup keluarga, satuan pendidikan, masyarakat sipil,
masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media massa. Dalam
implementasinya, pendidikan karakter diintegrasikan ke dalam berbagai kegiatan
pendidikan, baik dalam kegiatan kurikuler maupun kokurikuler. Pendididikan
terintegrasi dalam kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler. Tulisan ini
akan memfokuskan bagaimana implementasi pendidikan karakter ke dalam kegiatan
pembelajaran.
Konsepsi Pendidikan Budaya
dan Karakter Bangsa
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dirumuskan fungsi dan
tujuan pendidikan, yakni, Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga yang demokratis serta beranggung jawab. Rumusan tujuan pendidikan nasional ini menjadi
dasar dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa karena tujuan
pendidikan nasional tersebut merupakan rumusan mengenai kualitas manusia
Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan.
Pendidikan sering diartikan sebagai
upaya sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi peserta didik.
Pendidikan juga diartikan sebagai suatu usaha masyarakat dan bangsa dalam
mempersiapkan generasi mudanya bagi kelangsungan kehidupan masyarakat dan
bangsa yang lebih baik di masa depan. Dalam pengertian lain, pendidikan adalah
proses pewarisan budaya atau nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat dan
pewarisan karaker bangsa bagi generasi muda dan juga proses pengembangan budaya
dan karakter bangsa untuk peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa
di masa yang akan datang.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(2001), pendidikan diartikan sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan. Sementara itu, menurut John Dewey, pendidikan adalah suatu
proses pengalaman karena kehidupan adalah pertumbuhan. Pendidikan berarti
membantu pertumbuhan batin tanpa dibatasi oleh usia. Proses pertumbuhan ialah
proses menyesuaikan pada tiap-tiap fase serta menambahkan kecakapan di dalam
perkembangan seseorang.
Sebagai kegiatan yang penting dalam
kemajuan manusia, kegiatan pendidikan pada dasarnya selalu terkait dua belah
pihak, yaitu pendidik dan peserta didik. Dalam proses belajar mengajar,
pendidik memiliki memiliki peran utama dalam menentukan kualitas pendidikan
atau pengajaran yang dilaksanakannya, yakni pendidik memberikan pengetahuan
(kognitif), sikap dan nilai (afektif), serta keterampilan (psikomotor).
Lalu, apa yang dimaksud dengan
budaya dan karakter bangsa? Budaya dapat diartikan sebagai keseluruhan sistem
berpikir, nilai moral, norma, dan keyakinan manusia yang dihasilkan dalam masyarakat.
Sistem berpikir, nilai moral, norma, dan keyakinan itu adalah hasil interaksi
manusia dengan sesamanya dan lingkungan alamnya. Ketika kehidupan manusia terus
berkembangan, yang berkembang sesungguhnya apa yang disebut sebagai unsur
kebudayaan universal yakni sistem sosial, sistem ekonomi, sistem kepercayaan,
ilmu, teknologi, serta seni. Adapun karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau
kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai
kebajikan yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang,
berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai,
moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat
kepada orang lain. Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter
masyarakat dan karakter bangsa.
Dari pengertian pendidikan, budaya, dan karakter
bangsa di atas, maka pendidikan budaya dan karakter bangsa dimaknai sebagai
pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri
peserta didik sesuai dengan sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai
karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya,
sebagai anggota masyarakat dan warganegara yang religius, nasionalis, produktif,
dan kreatif. Pengembangan budaya dan karakter bangsa hanya dapat dilakukan
dalam suatu proses pendidikan yang tidak terlepas dari lingkungan sosial dan
budaya bangsa di mana peserta didik berada.
Sebagai pendidikan yang mengembangkan
nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri peserta didik, pendidikan
budaya dan karakter bangsa memiliki nilai dan
karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai
tersebut dalam kehidupan
dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warganegara yang religius, nasionalis, produktif dan
kreatif.
Fungsi dan Tujuan
Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Fungsi
dari pendidikan budaya dan karakter bangsa di awal sudah disinggung. Namun akan
diperkuat lagi meliputi fungsi-fungsi sebagai berikut.
1. Fungsi
Pengembangan
Pendidikan karakter
budaya dan bangsa berfungsi sebagai pengembang potensi peserta didik untuk
menjadi pribadi yang berperilaku baik. Fungsi ini merupakan fungsi bagi peserta
didik yang telah memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan budaya dan
karakter bangsa.
2. Fungsi
Perbaikan
Fungsi perbaikan
merupakan fungsi memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggung jawab
dalam pengembangan potensi peserta didik yang bermartabat. Fungsi ini merupakan
fungsi dengan sasaran peserta didik yang belum memiliki sikap dan perilaku yang
mencerminkan budaya dan karakter bangsa.
3. Fungsi
Penyaring
Fungsi ini dimaksudkan
untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai
dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat.
Adapun tujuan dari pendidikan budaya dan
karekter bangsa meliputi sebagai berikut.
1. Mengembangkan potensi
kalbu/nurani/afektif peserta didik
sebagai manusia dan warganegara
yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa.
2. Mengembangkan kebiasaan
dan perilaku peserta
didik yang terpuji
dan sejalan dengan nilai-nilai
universal dan tradisi budaya bangsa yang religius.
3. Menanamkan jiwa
kepemimpinan dan tanggung
jawab peserta didik
sebagai generasi penerus bangsa.
4. Mengembangkan kemampuan
peserta didik menjadi
manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; dan
5. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur,
penuh kreativitas dan
persahabatan, serta dengan
rasa kebangsaan yang tinggi dan
penuh kekuatan (dignity).
Pendidikan Karakter
dalam Proses Pembelajaran
Sebenarnya pendidikan karakter merupakan
tanggung jawab semua lapisan masyarakat, bukan melulu tanggung jawab dunia
pendidikan. Pendidikan karakter sendiri bermula dari keluarga. Jika dalam
keluarga tercipta suatu karakter yang bagus atau bermartabat, kemungkinan besar
anak juga akan memiliki karakter yang bagus dan bermartabat. Namun, lingkungan
di luar keluarga (sekolah, teman bermain atau masyarakat) juga memiliki andil
besar dalam pembentukan karakter anak. Diperlukan upaya yang optimal untuk
menginternalisasikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari agama, falsafah
hidup berbangsa, nilai-nilai budaya, serta pengalaman praktis.
Berikut alur atau skema proses
pembudayaan dan pemberdayaan budaya dan karakter bangsa yang terjadi dalam
masyarakat dalam hal ini konteksnya masyarakat Indonesia.
Nilai-nilai budaya yang bersumber
bersumber dari agama, falsafah hidup berbangsa, nilai-nilai budaya, serta
pengalaman praktis tersebut, diperlukan intervensi dari keluarga, lingkungan
sekolah, dan masyarakat sehingga nilai-nilai tersebut terinternalisasi dan
menjadi perilaku yang berkarakter. Untuk menciptakan perilaku yang berkarakter
diperlukan pula habituasi atau pembiasaan. Tentu saja intervensi dan habituasi
ini harus memiliki perangkat pendukung baik berupa kebijakan, pedoman, sumber
daya, sarana prasarana, kebersamaan, maupun komitmen pemangku kepentingan.
Tanpa adanya daya dukung tersebut, upaya untuk pembentukan perilaku berkarakter
akan sulit.
Bagaimana internalisasi budaya dan
karakter bangsa di lingkungan sekolah? Sekali lagi, untuk mengoptimalkan
pelaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa diperlukan intervensi dan
habituasi, termasuk dalam proses pembelajaran. Sebenarnya pendidikan karakter
tidak harus menjadi sebuah mata pelajaran yang terpisah, tetapi bisa
diintegrasikan, meskipun ada beberapa daerah yang menerapkan pendidikan
karakter sebagai mata pelajaran yang mandiri.
Pendidikan karakter diintegrasikan
dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) pada setiap mata pelajaran. Cukupkah jika
hanya diterapkan dalam KBM di kelas? Pengintegrasian dalam KBM mempunyai
kelemahan terhadap kontrol, yakni kesulitan memastikan setiap guru sudah
menyampaikan atau mengakomodir penerapan pendidikan karakter dalam KBM. Oleh
karena itu, penerapan pendidikan karakter tidak cukup hanya diterapkan di
kelas. Diperlukan upaya komprehensif dan holistik melalui budaya sekolah,
kegiatan ekstrakurikuler, dan pembiasaan yang tidak bias antara di sekolah
dengan keseharian di rumah. Berikut skemanya.
Gambar 2. Skema Proses Pembiasaan di Sekolah
Skema di atas menggambarkan
bagaimana pendidikan karakter tidak sebatas terintegrasi dalam mata pelajaran,
tetapi juga diterapkan dalam budaya sekolah, kegiatan ekstrakurikuler, dan
kesesuaian kehidupan sehari-hari di rumah dengan kehidupan di sekolah.
Pengembangan budaya dan karakter
bangsa tidak dimasukkan sebagai pokok bahasan atau subpokok bahasan, tetapi
terintegrasi ke dalam mata pelajaran, pengembangan diri atau ekstrakurikuler,
dan budaya sekolah. Dengan demikian, guru dan sekolah harus mengintegrasikan
nilai-nilai yang dikembangakan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa ke
dalam KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), silabus, dan RPP (Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran yang sudah ada.
Ada beberapa prinsip yang digunakan
dalam pengembangan pendidikab budaya dan karakter bangsa. Prinsip-prinsip yang
digunakan dalam pengembangan pendidikab budaya dan karakter bangsa tersebut
meliputi hal-hal berikut ini.
1. Berkelanjutan
Prinsip ini
menggambarkan bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa
merupakan sebuah proses panjang. Proses ini dimulai dari awal peserta didik
masuk sampai peserta didik selesai dari suatu satuan pendidikan.
2. Terintegrasi
melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah
Prinsip ini
mensyaratkan bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya karakter bangsa
dilakukan melalui semua mata pelajaran, dalam setiap kegiatan kurikuler, maupun
ekstrakurikuler, termasuk dalam budaya sekolah. Hal ini karena memang proses
pembelajaran tidak hanya berlangsung di dalam kelas, tetapi di dalam seluruh
kegiatan yang ada dalam sekolah.
3. Nilai
tidak diajarkan tetapi dikembangkan
Prinsip ini bermakna
bahwa materi nilai budaya dan karakter bangsa bukanlah bahan ajar biasa.
Maksudnya, nilai-nilai tidak dijadikan sebagai pokok bahasan yang diajarkan
seperti mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, maupun fakta dalam suatu
mata pelajaran Agama, Bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS, Matematika, dan
pelajaran lainnya.
Materi pelajaran
dijadikan sebagai media atau bahan untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan
karakter bangsa. Guru tidak perlu mengubah pokok bahasan yang sudah ada, tetapi
menggunakan materi pokok bahasan tersebut untuk mengembangkan nilai-nilai
budaya dan karakter bangsa. Konsekuensinya, nilai-nilai budaya dan karakter
bangsa tidak ditanyakan ketika ulangan atau ujian. Namun, pserta didik tetap
perlu memahami pengertian suatu nilai yang sedang mereka kembangkan sehingga
mereka tidak berada dalam posisi tidak tahu dan tidak paham makna dari nilai
tersebut.
4. Proses
pendidikan dilakukan secara aktif dan menyenangkan
Dalam prinsip ini
mengandung makna bahwa proses pendidikan nilai budaya karakter bangsa dilakukan
oleh peserta didik, bukan oleh gurunya. Guru sebatas memberi dorongan dan
arahan dalam setiap perilaku yang ditunjukkan peserta didik. Untuk memudahkan
pencapaian diperlukan suasana belajar yang menimbulkan rasa senang dan tidak
merasa didoktrinasi.
Prinsip-prinsip di atas jika
diimplementasikan secara benar dan efektif akan menghasilkan perubahan sikap
dan perilaku yang mendasar. Nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang
dikembangkan dalam proses pembelajaran baik di dalam kelas maupun di luar kelas
akan terinternalisasi secara sadar atau tidak sadar ke dalam perilaku peserta didik, sehingga mereka menjadi insan
yang berkarakter. Proses ini tidak akan berhasil tanpa adanya sebuah teladan
dari para pemangku kepentingan, khusunya guru.
Daftar
Pustaka
Departemen
Pendidikan Nasional. 2007. Manajemen
Sekolah Berwawasan Budi Pekerti. Jakarta: Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar
dan Menengah.
Hamid
Darmadi. 2009. Kemampuan Dasar Mengajar,
Landasan Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabeta.
Iif
Khoiru Ahmadi dan Sofan Amri. 2010. Strategi
Pembelajaran Sekolah Berstandar Internasional dan Nasional. Jakarta:
Prestasi Pustaka Publiser.
Kementerian
Pendidikan Nasional. 2010. Pengembangan
Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Pusat Kurikulum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar