Beranda

Senin, 04 Juni 2012

Titik Balik Peradaban


Dasar Argumen Pendapat Fritjof Capra tentang Titik Balik Peradaban 
sebagai Akibat dari Epistemology Cartesian Newtonian.

Fritjof Capra memaparkan bahwa saat ini manusia tengah mengalami titik balik peradaban. Ini terlihat dari menurunnya kemampuan modernitas dalam mencapai tujuan kemanusiaan. Satu gerak yang terbarengi oleh dahaga spiritual dan kesadaran ekologis atas tata hidup kita yang menjadi penyempurna kemanusiaan tersebut. Modernitas yang pada awalnya menjadi alternatif tak mampu lagi mengangkat kemanusiaan karena telah melenceng dari prinsip dasar kebudayaan. Telah terjadi krisis multidimensional, yaitu dimensi-dimensi intelektual, moral, dan spriritual yang tidak pernah terjadi sepanjang sejarah perjalanan umat manusia. Kini dimensi tersebut telah melahirkan berbagai fenomena sosial dan masyarakat pada tingkat yang sangat memprihatinkan seperti kejahatan tindak kekerasan, kecelakaan, bunuh diri, alkoholisme, penyalahgunaan obat-obatan, cacat mental, penyakit kejiwaan dan sebagainya. Dampak krisis terhadap lingkungan berupa pencemaran akibat limbah kimia dan nuklir sebagaimana terjadi di negara-negara maju.
Fritjof Capra berargumen bahwa kepercayaan ala Descartes pada kebenaran ilmiah masih tersebar luas pada saat ini tercermin dalam “scientism” yang telah menjadi ciri kebudayaan barat. Penerimaan pandangan Cartesian sebagai kebenaran mutlak dan sebagai satu-satunya cara shahih bagi pengetahuan telah memainkan peranan penting dalam menghasilkan ketidakseimbangan budaya manusia sampati saat ini. Selanjutnya, Capra mengatakan bahwa antara tahun 1500 dan 1700 itu terdapat satu perubahan dramatis pada cara manusia dalam menggambarkan duniannya dan cara berpikir mereka. Sebelum tahun 1500 pandangan dunia di eropa dan sebagian peradaban lain bersifat organik, ditandai dengan saling ketergantungan antara fenomena spiritual dan fenomena material dan prinsip bahwa kebutuhan masyarakat umum lebih utama daripada kepentingan pribadi.
Pandangan abad pertengahan itu berubah secara mendasar pada abad keenam belas dan ketujuh belas. Pengertian alam semesta yang berbentuk organik digantikan oleh pengertian bahwa dunia laksana sebuah mesin, dan mesin dunia itu kemudian menjadi metafora yang dominan pada jaman modern. Perkembangan ini diakibatkan oleh perubahan-perubahan revolusioner dalam ilmu fisika dan astronomi yang puncaknya pada prestasi yang dicapai oleh Copernicus, Galileo, dan Newton. Fritjof Capra mengemukakan bahwa krisis-krisis global tersebut dapat dilacak pada cara pandang dunia manusia modern. Pandangan dunia yang diterapkan selama ini adalah pandangan dunia mekanistik-linier Cartesian dan Newtonian (disebut sebagai Paradigma Cartesian-Newtonian). Nah, epistemology Cartesian-Newtonian inilah yang menurut Fritjof Capra sebagai penyebab kemunduran peradaban, yakni ketika terjadinya pemisahan antara jiwa dan raga (ruh dan materi) dari suatu pengetahuan serta ketika diyakini bahwa kehidupan di bumi (dunia) ini seperti mesin.
      Solusi Menyelamatkan Peradaban Manusia Dewasa Ini
            Solusi untuk menyelamatkan peradaban dunia menurut saya adalah perlu dilakukan perubahan pada paradigma Cartesian-Newtonian. Memang di satu sisi, Descartes dan Newton telah berhasil memajukan ilmu pengetahuan (sains) khususnya fisika dan teknologi. Namun, di sisi lain nilai-nilai sosial dan nilai-nilai lingkungan telah terabaikan, sehingga terjadi titik balik peradaban. Oleh karena itu, diperlukan sebuah paradigma baru yang meliputi visi baru tentang realitas, perubahan yang mendasar pada pemikiran perubahan persepsi dan perubahan nilai budaya selama ini. Diperlukan perubahan paradigma dalam menghadapi suatu realitas, bahwa segala sesuatu yang ada di bumi/dunia ini saling berhubungan kalau tidak dikatakan saling bergantung. Tidak ada pemisahan yang tegas antara jiwa dan raga, tidak ada pemisahan fisik dan mental.
            Sebagai orang yang berkutat dalam dunia pendidikan, kita juga jangan sampai terjebak pada paradigma epsitemologi Cartesian-Newtonian. Mengapa? Karena paradigma seperti itu telah melahirkan berbagai persoalan yang sangat mendasar bagi pengembangan anak bangsa, khususnya yang paling terasa ialah telah lahirnya generasi (output pendidikan) yang berkepribadian instrumentalistik, materialistik, terkotak-kotak dan sempit serta terbatas, dan sangat lemah dari segi karakter dan kepribadian bangsa dan agama. Oleh karena itu, saya sependapat dengan Syaifuddin Sabda bahwa salah satu alternatif paradigma yang dibutuhkan dalam sistem pendidikan saat ini adalah paradigma pendidikan yang holistik, yaitu pendidikan yang dibangun berdasarkan asumsi connectedness, wholeness dan being fully human atau paradigma pendidikan yang memandang pendidikan sebagai sebuah usaha sadar untuk mengembangkan potensi manusia (anak didik) sesuai dengan potensinya masing-masing sebagai manusia yang unik dan holistik (jasmani dan rohani yang merupakan kesatuan) sebagai ciptaan Allah yang sempurna.

Sumber Bacaan
Ahmad Sofyan. 2002.  Titik Balik Peradaban. http://ahmad.sofyan.web.id.
Anonim. Bom Waktu Beracun Mengancam Anda. http://www.unhas.ac.id.
Iden Wildensyah. 2011.  Menjawab Kritik Profesor. http://filsafat.kompasiana.com.
Iim Al Imron. 2009. Titik Balik Peradaban. http://iimrsch.wordpress.com.
Syaifuddin Sabda. Paradigma Pendidikan Holistik. http://www.docstoc.com. 
Zulvalle. Titik Balik Peradaban Sains, Masyarakat, dan Kebangkitan Kebudayaan. http://id.shvoong.com.

1 komentar:

  1. akan terus berulang dan bereinkarnasi, tentunya dan itu masuk akal bagi sy.

    BalasHapus