CATATAN PERJALANAN
KE ADELAIDE, SOUTH AUSTRALIA
“Adaptasi dengan Host Family (HF)”
Pagi ini kami bangun sekitar pukul 5.00. HF kami belum
bangun juga. Sekitar pukul 7.00, HF kami memanggil kami untuk breakfast. Kami
pun keluar dan melihat dapur sepertinya tidak ada tanda-tanda buat sarapan nih.
Mana nasi kuning, mana bubur ayam, atau mana mie rebus. Ternyata yang tersedia
roti yang siap dipanggang. Aku pun bertanya tempat menyimpan telur. Colin pun menunjuk lemari kulkas yang ada di dapur. Aku
putuskan memasak telur tersebut menjadi telur ceplok. Kemudian aku berpikir,
mana nasinya? Dengan keterbatasan bahasa, kerap membuat kami pada awalnya lebih
banyak diam. Akhirnya, pagi ini aku cuma sarapan telur “ceplok” dengan dibumbui garam dan mrica. Sesuatu yang
sama sekali di Indonesia tidak pernah kualami.
Siang hari, kami mencoba menanyakan ada wifi atau tidak. Ternyata Pak Roni sudah menanyakan password wifi tersebut dan diberi beberapa angka yang menurut Colin, itu adalah passwordnya. Setelah kami coba masukan kode tersebut, ternyata tidak juga on. Kami pun kembali ke kamar masing-masing.
Siang hari, kami mencoba menanyakan ada wifi atau tidak. Ternyata Pak Roni sudah menanyakan password wifi tersebut dan diberi beberapa angka yang menurut Colin, itu adalah passwordnya. Setelah kami coba masukan kode tersebut, ternyata tidak juga on. Kami pun kembali ke kamar masing-masing.
Salah satu sudut kamar tidur kami. |
Merasa boring di rumah apalagi tidak diberi kode/password
wifi, kami meminta HF untuk mengajak kami mencari modem. Ternyata harganya
membuat kami berpikir ulang. Tidak satupun barang kami beli. Alhasil… nihil.
Sore hari, kami izin ke HF untuk melihat-lihat lingkungan
sekitar rumah. Kami menerobos pagar pembatas rel kereta api dengan jalan hanya
untuk mengambil foto di atas rel. Ah, ini mah di Indonesia juga ada. Kami pun
pindah.
Rel |
“Ditegur Warga”
Pada suatu sudut jalan, tepatnya di Jalan Batanga Cr, aku mengambil
(shoot) video Pak Roni dengan latar belakang lingkungan sekitar. Aku pun
berputar mengitari tubuhku sendiri, sambil mengambil obyek-obyek baik nama
jalan, jalan, rumah, dan tanah kosong. Suasana sangat sepi tidak ada orang
maupun mobil lalu lalang. Belum saja selesai aku mengambil gambar Pak Roni,
terdengar suara: “ Hai, get out…..” dari seorang lelaki bertato. Aku dan Pak
Roni kaget, ternyata pemilik rumah yang terekam rumahnya marah. Reflek
kumatikan handycam dan kami pun mendekat untuk menjelaskan dan meminta maaf. Terjadilah dialog yang terbata-bata karena perbedaan bahasa dan mungkin karakter. Anjing yang ada di dalam menggonggong keras. Untung dipegangi oleh perempuan mungkin istri lelaki bertato tersebut. Setelah dimaafkan kami pun bergegas pulang.
Kami sejenak berpikir, sampai sejauh itukah orang-orang di sini begitu melindungi privacinya. Hanya terrekan rumahnya, itupun hanya "sekelabat" tetapi reaksinya seperti kemasukin maling.
Kami pun pindah ke tempat yang masih terletak di dalam komplek ini.
Kami sejenak berpikir, sampai sejauh itukah orang-orang di sini begitu melindungi privacinya. Hanya terrekan rumahnya, itupun hanya "sekelabat" tetapi reaksinya seperti kemasukin maling.
Kami pun pindah ke tempat yang masih terletak di dalam komplek ini.
Pak Rony di salah satu sudut Nolinga Way |