CATATAN PERJALANAN
KE ADELAIDE, SOUTH AUSTRALIA
Pra kondisi di Hotel Permata Bandara
Hari
itu, datang juga. Hari-hari yang mungkin
selama ini telah ditunggu dengan berbagai persiapan fisik dan mental. Ya, hari
saat kami Group 4 harus berangkat ke Australia untuk mengemban amanah sebagai
peserta pelatihan. Kami dari Cirebon datang berlima (Daryo, Djulkarnaen, Eko, Elva, dan Roni) naik
kereta api sampai ke Stasiun Gambir, Jakarta. Dari stasiun, perjalanan
dilanjutkan memakai Bus Damri dan di sekitar bandara kami pun dijemput oleh
pihak hotel. Rasanya lega sekali setelah beberapa jam perjalanan dari Cirebon.
Kami pun mendapatkan kamar masing-masing, aku sekamar dengan Pak Deddy dari Karawang. Sampai malam hari,
tidak ada aktivitas berarti kecuali koordinasi dan pembagian beberapa kit dari
penyelenggara.
Entah seperti apa perasaan
teman-teman saat masih ada di hotel. Apakah sama dengan perasaanku yang merasa
senang dan menunggu hari esok segera tiba. Ah,
lebay banget sih. Kami pun kemudian kerap saling membandingkan
barang-barang bawaan, khawatir ada yang terlupakan.
HARI KE-1, JUMAT, 18 OKTOBER 2013.
“Persiapan Take Off”
Pagi terasa lama menjemput, malam
dilewati dengan tidur tanpa mimpi seperti pada tidur malam-malam sebelumnya.
Suasana Hotel masih sepi tak terdengar aktivitas berarti menyambut pagi. Mandi
pagi-pagi sepertinya pilihan tepat untuk mengawali aktivitas hari ini setelah
sebelumnya shalat Subuh terlebih dulu. Menunggu aktivitas selanjutnya setelah
sarapan ternyata lama juga baru sekira pukul 10.45-an, panitia muncul untuk
persiapan penandatanganan dan pembagian uang ($200). Alhamdulillah. Sayang
sekali waktu yang tersedia berebut dengan waktu Shalat Jumat sehingga tak
sempat kubaca lengkap apa yang ditandatangani, sebuah kecerobohan kecil bagiku.
Aku hanya tahu angka kisaran untuk pelatihan 14 juta perincian lainnya entah
untuk apa dan berapa yang jelas jumlahnya pun aku hanya tahu 60 juta koma. Bapak-bapak
Shalat Jumat, sementara itu giliran ibu-ibu yang tanda tangan dan mendapatkan sama seperti kami.
Selepas Shalat Jumat tidak ada
aktivitas kecuali persiapan berangkat menuju bandara. Setiap barang para
peserta dikeluarkan dan ditimbang sekadar untuk mengetahui apakah beratnya
melebihi kuota atau tidak. Hasilnya, tidak ada satu pun yang melebihi kuota
berat bagasi. Kami pun meluncur ke Bandara Soekarno Hatta.
Sesampainya di bandara kami
berkumpul di satu sudut untuk menunggu instruksi selanjutnya. Ada yang sekadar
duduk diam sambil memainkan HP, ada yang duduk berkelompok sambil berbincang,
ada yang berfoto ria, bahkan ada yang terkantuk-kantuk. Tidak berapa lama, kami
pun mendapatkan paspor, boarding pass, dan visa.
Menjelang Maghrib, kami satu persatu
mulai memasuki tempat pemeriksaan imigrasi (custom). Beberapa teman terlihat
menumpuk di satu antrian, sebelum akhirnya diingatkan oleh Bu Mia agar
menyebar. Tanpa halangan berarti kami berhasil lolos pemeriksaan paspor dan
pemeriksaan barang di Bandara Soekarno Hatta. Kami pun menuju ke Gate D3 tempat
kami menunggu untuk diterbangkan Sydney. Namun, sebelumnya kami Shalat Maghrib
terlebih dulu dan dijamak dengan Shalat Isya. Sekitar pukul 08.00 kami pun
diterbangkan oleh Qantas melintasi benua dan samudra. Malam di perjalanan yang
penuh impian.
HARI KE-2, SABTU, 19 OKTOBER 2013.
“Sidney Tour”
Setelah
melalui perjalanan udara terlama yang pernah aku alami (±7jam), akhirnya kami
sampai juga di Sydney Airport. Kami pun bergegas menuju
tempat pengambilan bagasi, selanjutnya kami menuju Customs/Imigrasi untuk
dilakukan pemeriksaan administrasi dan barang bawaan. Perasaan berdebar ada
juga, khawatir terkena random pemeriksaan.
Custom begitu ramai, banyak sekali orang yang datang ke
Sydney saat ini. Mereka sepertinya ada yang sekadar menikmati liburan atau
mungkin mereka punya urusan bisnis.
Beberapa petugas imigrasi Australia
menanyakan beberapa hal dalam Bahasa Inggris yang agak susah kupahami, namun
maksudnya aku tahu. Kujawab cukup dengan beberapa kata yang membuatnya
mengatakan OK. Akhirnya lolos juga dari pemeriksaan imigrasi yang kerap
mendebarkan.
Selanjutnya
kami diarah ke suatu tempat sekedar untuk melakukan “registrasi” untuk
penerbangan berikutnya, yaitu Sydney-Adelaide, sebelum akhirnya kami memasuki
bus yang siap mengantar kami keliling menuju ikon-ikon Australia atau Sydney.
Kami diberi waktu 20 menit untuk melakukan pemotretan dengan background Opera
House dari jarak jauh.
Setelah lebih dari 20 menit, kami
pun pindah menuju Opera House. Di sini, kami diberi waktu sekitar 30 menit.
Kami pun berfoto ria.
Selanjutnya kami dibawa ke pusat perbelanjaan untuk
membeli oleh-oleh. Ada perasaan aneh saja, baru datang tetapi sudah harus beli
oleh-oleh, itupun waktunya dibatasi 1 jam. Bingung campur ragu, akhirnya kubeli
beberapa souvenir untuk teman-teman dan saudara. Saat asyik-asyiknya -kalau
tidak disebut bingung- memilih oleh-oleh, tiba-tiba ada isyarat untuk segera
kembali ke bus.
Perjalanan pun dilanjutkan menuju lokasi selanjutnya,
yakni masjid dan rumah makan. Kami berhenti di suatu tempat yang ternyata
setelah turun dari bis, tempat tersebut adalah Masjid. Dari luar tidak tampak
seperti masjid, bahkan ketika masuk ke pelataran pun, masih tidak tampak
seperti masjid. Di papan jelas tertulis bahwa di Masjid ini ada semacam lembaga
atau dewan federasi Islam Australia.
Selesai Shalat Dhuhur yang dijamak dengan Ashar, kami pun
menuju rumah makan untuk makan siang. Rumah makan yang kami tuju adalah rumah
makan Indonesia. Terbayang awal mungkin rumah makannya besar, ternyata tidak
terlalu besar tetapi cukup menampung untuk kami 45 orang. Kami pun makan menu
khas Indonesia. Setelah itu, perjalanan dilanjutkan ke bandara untuk berangkat
menuju Adelaide.
Sesampainya di Adelaide Airport, kami sudah ditunggu oleh
Host Family masing-masing. Setelah mengambil barang masing-masing, kami
mendapatkan SIM Card, Metro Card, Kartu Peserta, sejumlah uang, dan sebungkus
coklat. Akhirnya, kami pun berpisah menuju rumah HF masing-masing. Kebetulan
aku dan Pak Roni mendapatkan HF yang bernama Colin dan Janet.
Perjalanan dari bandara ke rumah Colin memakan waktu
sekitar 45 menit. Inilah awal kami benar-benar praktik berbahasa Inggris dengan
native speaker. Dalam perjalanan kami lebih banyak mendengarkan pemaparan Colin
tentang situasi atau apapun tentang tempat yang kami lewati. Sebelum sampai
rumah, Colin berhenti di sebuah supermarket. Ia berkata bahwa ia akan membeli
pizza untuk dinner hari ini. Kami pun dtinggal di dalam mobil. Sesampainya di
rumah, kami disambut Janet, istri Colin yang berusia 64 tahun lebih muda 3
tahun dari Colin. Sunny pun keluar menyambut kami. Sunny, anjing kecil yang
berusaha berkenalan dengan kami.
mantap pa Daryo!! ditunggu sambungannya
BalasHapus