Beranda

Rabu, 20 November 2013

Catatan Perjalanan 1



CATATAN PERJALANAN
KE ADELAIDE, SOUTH AUSTRALIA

Pra kondisi di Hotel Permata Bandara

Hari itu, datang juga.  Hari-hari yang mungkin selama ini telah ditunggu dengan berbagai persiapan fisik dan mental. Ya, hari saat kami Group 4 harus berangkat ke Australia untuk mengemban amanah sebagai peserta pelatihan. Kami dari Cirebon datang berlima (Daryo, Djulkarnaen, Eko, Elva, dan Roni) naik kereta api sampai ke Stasiun Gambir, Jakarta. Dari stasiun, perjalanan dilanjutkan memakai Bus Damri dan di sekitar bandara kami pun dijemput oleh pihak hotel. Rasanya lega sekali setelah beberapa jam perjalanan dari Cirebon. Kami pun mendapatkan kamar masing-masing, aku sekamar dengan Pak Deddy dari Karawang. Sampai malam hari, tidak ada aktivitas berarti kecuali koordinasi dan pembagian beberapa kit dari penyelenggara. 


Entah seperti apa perasaan teman-teman saat masih ada di hotel. Apakah sama dengan perasaanku yang merasa senang dan menunggu hari esok segera tiba. Ah, lebay banget sih. Kami pun kemudian kerap saling membandingkan barang-barang bawaan, khawatir ada yang terlupakan.


HARI KE-1, JUMAT, 18 OKTOBER 2013.
“Persiapan Take Off”
Pagi terasa lama menjemput, malam dilewati dengan tidur tanpa mimpi seperti pada tidur malam-malam sebelumnya. Suasana Hotel masih sepi tak terdengar aktivitas berarti menyambut pagi. Mandi pagi-pagi sepertinya pilihan tepat untuk mengawali aktivitas hari ini setelah sebelumnya shalat Subuh terlebih dulu. Menunggu aktivitas selanjutnya setelah sarapan ternyata lama juga baru sekira pukul 10.45-an, panitia muncul untuk persiapan penandatanganan dan pembagian uang ($200). Alhamdulillah. Sayang sekali waktu yang tersedia berebut dengan waktu Shalat Jumat sehingga tak sempat kubaca lengkap apa yang ditandatangani, sebuah kecerobohan kecil bagiku. Aku hanya tahu angka kisaran untuk pelatihan 14 juta perincian lainnya entah untuk apa dan berapa yang jelas jumlahnya pun aku hanya tahu 60 juta koma. Bapak-bapak Shalat Jumat, sementara itu giliran ibu-ibu yang tanda tangan dan mendapatkan sama seperti kami.

Selepas Shalat Jumat tidak ada aktivitas kecuali persiapan berangkat menuju bandara. Setiap barang para peserta dikeluarkan dan ditimbang sekadar untuk mengetahui apakah beratnya melebihi kuota atau tidak. Hasilnya, tidak ada satu pun yang melebihi kuota berat bagasi. Kami pun meluncur ke Bandara Soekarno Hatta.
Sesampainya di bandara kami berkumpul di satu sudut untuk menunggu instruksi selanjutnya. Ada yang sekadar duduk diam sambil memainkan HP, ada yang duduk berkelompok sambil berbincang, ada yang berfoto ria, bahkan ada yang terkantuk-kantuk. Tidak berapa lama, kami pun mendapatkan paspor, boarding pass, dan visa.
Menjelang Maghrib, kami satu persatu mulai memasuki tempat pemeriksaan imigrasi (custom). Beberapa teman terlihat menumpuk di satu antrian, sebelum akhirnya diingatkan oleh Bu Mia agar menyebar. Tanpa halangan berarti kami berhasil lolos pemeriksaan paspor dan pemeriksaan barang di Bandara Soekarno Hatta. Kami pun menuju ke Gate D3 tempat kami menunggu untuk diterbangkan Sydney. Namun, sebelumnya kami Shalat Maghrib terlebih dulu dan dijamak dengan Shalat Isya. Sekitar pukul 08.00 kami pun diterbangkan oleh Qantas melintasi benua dan samudra. Malam di perjalanan yang penuh impian.

HARI KE-2, SABTU, 19 OKTOBER 2013.
“Sidney Tour”
Setelah melalui perjalanan udara terlama yang pernah aku alami (±7jam), akhirnya kami sampai juga di Sydney Airport. Kami pun bergegas menuju tempat pengambilan bagasi, selanjutnya kami menuju Customs/Imigrasi untuk dilakukan pemeriksaan administrasi dan barang bawaan. Perasaan berdebar ada juga, khawatir terkena random pemeriksaan.
Custom begitu ramai, banyak sekali orang yang datang ke Sydney saat ini. Mereka sepertinya ada yang sekadar menikmati liburan atau mungkin mereka punya urusan bisnis.
Beberapa petugas imigrasi Australia menanyakan beberapa hal dalam Bahasa Inggris yang agak susah kupahami, namun maksudnya aku tahu. Kujawab cukup dengan beberapa kata yang membuatnya mengatakan OK. Akhirnya lolos juga dari pemeriksaan imigrasi yang kerap mendebarkan.
Selanjutnya kami diarah ke suatu tempat sekedar untuk melakukan “registrasi” untuk penerbangan berikutnya, yaitu Sydney-Adelaide, sebelum akhirnya kami memasuki bus yang siap mengantar kami keliling menuju ikon-ikon Australia atau Sydney. Kami diberi waktu 20 menit untuk melakukan pemotretan dengan background Opera House dari jarak jauh. 
Setelah lebih dari 20 menit, kami pun pindah menuju Opera House. Di sini, kami diberi waktu sekitar 30 menit. Kami pun berfoto ria.
Selanjutnya kami dibawa ke pusat perbelanjaan untuk membeli oleh-oleh. Ada perasaan aneh saja, baru datang tetapi sudah harus beli oleh-oleh, itupun waktunya dibatasi 1 jam. Bingung campur ragu, akhirnya kubeli beberapa souvenir untuk teman-teman dan saudara. Saat asyik-asyiknya -kalau tidak disebut bingung- memilih oleh-oleh, tiba-tiba ada isyarat untuk segera kembali ke bus.
Perjalanan pun dilanjutkan menuju lokasi selanjutnya, yakni masjid dan rumah makan. Kami berhenti di suatu tempat yang ternyata setelah turun dari bis, tempat tersebut adalah Masjid. Dari luar tidak tampak seperti masjid, bahkan ketika masuk ke pelataran pun, masih tidak tampak seperti masjid. Di papan jelas tertulis bahwa di Masjid ini ada semacam lembaga atau dewan federasi Islam Australia.
Selesai Shalat Dhuhur yang dijamak dengan Ashar, kami pun menuju rumah makan untuk makan siang. Rumah makan yang kami tuju adalah rumah makan Indonesia. Terbayang awal mungkin rumah makannya besar, ternyata tidak terlalu besar tetapi cukup menampung untuk kami 45 orang. Kami pun makan menu khas Indonesia. Setelah itu, perjalanan dilanjutkan ke bandara untuk berangkat menuju Adelaide.
Sesampainya di Adelaide Airport, kami sudah ditunggu oleh Host Family masing-masing. Setelah mengambil barang masing-masing, kami mendapatkan SIM Card, Metro Card, Kartu Peserta, sejumlah uang, dan sebungkus coklat. Akhirnya, kami pun berpisah menuju rumah HF masing-masing. Kebetulan aku dan Pak Roni mendapatkan HF yang bernama Colin dan Janet.
Perjalanan dari bandara ke rumah Colin memakan waktu sekitar 45 menit. Inilah awal kami benar-benar praktik berbahasa Inggris dengan native speaker. Dalam perjalanan kami lebih banyak mendengarkan pemaparan Colin tentang situasi atau apapun tentang tempat yang kami lewati. Sebelum sampai rumah, Colin berhenti di sebuah supermarket. Ia berkata bahwa ia akan membeli pizza untuk dinner hari ini. Kami pun dtinggal di dalam mobil. Sesampainya di rumah, kami disambut Janet, istri Colin yang berusia 64 tahun lebih muda 3 tahun dari Colin. Sunny pun keluar menyambut kami. Sunny, anjing kecil yang berusaha berkenalan dengan kami.

1 komentar: