QUO VADIS PENDIDIKAN BUDI PEKERTI
A.
Latar Belakang
Pentingnya
akhlak mulia, moral yang baik, dan budi pekerti yang luhur tidak dapat
dipungkiri oleh semua masyarakat atau warga Negara. Orangtua manapun pasti
menginginkan anaknya menjadi anak bermoral, anak yang saleh, dan berbudi
pekerti luhur. Kondisi ini membawa pada kondisi ideal bahwa setiap anak akan
diinternalisasi oleh nilai-nilai moral yang tinggi baik yang berdasarkan
nilai-nilai keagamaan maupun nilai-nilai kemasyarakatan.
Persoalan
pendidikan budi pekerti atau pendidikan karakter menguat kembali saat
masyarakat mulai menilai bahwa permasalahan-permasalahan yang muncul dalam
masyarakat, seperti korupsi, kenakalan remaja, tawuran antarpelajar, tawuran
antarkelompok masyarakat, geng motor, perilaku seks bebas/menyimpang,
penyalahgunaan narkoba, perilaku menyimpang pejabat publik, dan
perilaku-perilaku menyimpang lainnya terjadi karena kurangnya penanaman nilai
dalam masyarakat sejak usia dini atau remaja. Penanaman nilai ini terjadi dalam
keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Persoalan
yang muncul di masyarakat seperti tersebut di atas menjadi topik pembahasan
hangat di media massa, seminar, dan di berbagai kesempatan. Berbagai alternatif
penyelesaian diajukan seperti melalui peraturan, undang-undang, peningkatan
upaya pelaksanaan dan penerapan hukum yang lebih kuat. Alternatif lain yang
banyak dikemukakan untuk mengatasi, paling tidak mengurangi, masalah moral
bangsa yang dibicarakan itu adalah melalui pendidikan.
Pendidikan
dianggap sebagai alternatif yang bersifat preventif karena pendidikan membangun generasi baru
bangsa yang lebih baik. Sebagai alternatif yang bersifat preventif, pendidikan
diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda bangsa dalam berbagai
aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai masalah bangsa.
Memang diakui bahwa hasil dari pendidikan akan terlihat dampaknya dalam waktu
yang tidak segera, tetapi memiliki daya tahan dan dampak yang kuat serta lama di
dalam masyarakat.
Hal inilah yang menjadi salah
satu alasan mengapa pendidikan budi pekerti muncul kembali. Terlepas dari pro
dan kontra, kenyataannya Pendidikan Budi Pekerti kemudian menjadi salah satu
mata pelajaran yang ikut mengawal penanaman nilai-nilai terhadap peserta didik.
Tentunya dengan berbagai persoalan dan kendala yang tidak sedikit.
B.
Pendidikan Budi Pekerti di Cirebon
Sebagai salah
satu mata pelajaran muatan local, Pendidikan Budi Pekerti terus mendapat
perhatian dari berbagai elemen masyarakat termasuk pemerintah, daerah,
provonsi, dan pemerintah pusat. Pendidikan Budi Pekerti (Pendidikan Trapsila) yang
kelahirannya dibidani atas kerja sama dengan UNICEF terus melakukan berbagai
terobosan. Beberapa pelatihan bagi pendidik/guru telah dilakukan pada tingkat
Kota Cirebon. Pelatihan-pelatihan ini biasanya difasilitasi oleh Dinas
Pendidikan Kota Cirebon, setiap tahunnya.
Selain itu,
setelah dana pendampingan dari UNICEF tidak ada, melalui MGMPnya, Pendidikan
Budi Pekerti juga mendapat bantuan dana blockgrand dari LPMP Jawa Barat (2011)
dan dari P2TK Kemendikbud (2012).
C.
Kendala-Kendala
Bukannya tanpa
kendala atau permasalahan dalam perjalanan implementasi Pendidikan Budi
Pekerti. Pendidikan Budi Pekerti yang pada tingkat Kota Cirebon diakui sebagai
mata pelajaran yang mandiri atau diajarkan secara terpisah, kerap berbenturan
dengan kebijakan pusat yang mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam
setiap mata pelajaran sehingga ada kegamangan tersendiri bagi para pengajar
Pendidikan Budi Pekerti. Berikut beberapa kendala atau permasalahan yang kerap
muncul dalam Mata Pelajaran Pendidikan Budi Pekerti.
1.
Dianggap menambah beban kurikulum (jam belajar
siswa)
2.
Materi masih terkesan mengambil dari berbagai
pelajaran yang lain
3.
Tenaga pengajar masih kerap berganti-ganti dan
banyak/tidak ada yang berlatar belakang Pendidikan Budi Pekerti
4.
Pendidikan Budi Pekerti lebih sering diisi
sebagai mata pelajaran pelengkap untuk memenuhi jam mengajar.
5.
Penilaian keberhasilan masih sarat bersifat
kognitif sehingga cenderung terjebak pada hafalan materi.
D.
Tantangan Kurikulum
Wacana perubahan
kurikulum 2013 setidaknya memberikan beberapa konsekuensi. Konsekuensi yang
dimaksud dapat berupa penghapusan Pendidikan Budi Pekerti sebagai muatan lokal
karena beberapa mata pelajaran pokok mendapatkan tambahan jam belajar. Konsekuensi
lainnya adalah Pendidikan Budi Pekerti akan semakin mendapatkan perhatian
khusus karena penanaman nilai semakin diutamakan seperti pada gambar berikut.
Gambar
1
Dalam gambar
tersebut terdapat salah satu kelemahan kurikulum 2006 yang masih ada beberapa
kompetensi yang dianggap belum belum sesuai dengan perkembangan kebutuhan
(point 4).
Gambar
2
Gambar
3
Gambar
4
E.
Peluang Pendidikan Budi Pekerti
Jika melihat pola pembelajaran yang ditawarakan
dalam kurikulum 2013 yang bermuara pada perubahan perilaku atau akhlak,
Pendidikan Budi Pekerti masih memiliki peluang untuk terus diterapkan dalam
proses belajar mengajar. Pendidikan Budi
Pekerti akan tetap mendapatkan porsi yang signifikan demi perbaikan akhlak dan
nilai generasi muda.Sumber gambar: Kemendikbud