Beranda

Jumat, 18 Januari 2013

Quo Vadis Pendidikan Budi Pekerti



QUO VADIS PENDIDIKAN BUDI PEKERTI
OLEH: DARYO SUSMANTO, S.Sos


A.      Latar Belakang
Pentingnya akhlak mulia, moral yang baik, dan budi pekerti yang luhur tidak dapat dipungkiri oleh semua masyarakat atau warga Negara. Orangtua manapun pasti menginginkan anaknya menjadi anak bermoral, anak yang saleh, dan berbudi pekerti luhur. Kondisi ini membawa pada kondisi ideal bahwa setiap anak akan diinternalisasi oleh nilai-nilai moral yang tinggi baik yang berdasarkan nilai-nilai keagamaan maupun nilai-nilai kemasyarakatan. 
Persoalan pendidikan budi pekerti atau pendidikan karakter menguat kembali saat masyarakat mulai menilai bahwa permasalahan-permasalahan yang muncul dalam masyarakat, seperti korupsi, kenakalan remaja, tawuran antarpelajar, tawuran antarkelompok masyarakat, geng motor, perilaku seks bebas/menyimpang, penyalahgunaan narkoba, perilaku menyimpang pejabat publik, dan perilaku-perilaku menyimpang lainnya terjadi karena kurangnya penanaman nilai dalam masyarakat sejak usia dini atau remaja. Penanaman nilai ini terjadi dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Persoalan yang muncul di masyarakat seperti tersebut di atas menjadi topik pembahasan hangat di media massa, seminar, dan di berbagai kesempatan. Berbagai alternatif penyelesaian diajukan seperti melalui peraturan, undang-undang, peningkatan upaya pelaksanaan dan penerapan hukum yang lebih kuat. Alternatif lain yang banyak dikemukakan untuk mengatasi, paling tidak mengurangi, masalah moral bangsa yang dibicarakan itu adalah melalui pendidikan.
Pendidikan dianggap sebagai alternatif yang bersifat preventif  karena pendidikan membangun generasi baru bangsa yang lebih baik. Sebagai alternatif yang bersifat preventif, pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda bangsa dalam berbagai aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai masalah bangsa. Memang diakui bahwa hasil dari pendidikan akan terlihat dampaknya dalam waktu yang tidak segera, tetapi memiliki daya tahan dan dampak yang kuat serta lama di dalam masyarakat.
                Hal inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa pendidikan budi pekerti muncul kembali. Terlepas dari pro dan kontra, kenyataannya Pendidikan Budi Pekerti kemudian menjadi salah satu mata pelajaran yang ikut mengawal penanaman nilai-nilai terhadap peserta didik. Tentunya dengan berbagai persoalan dan kendala yang tidak sedikit.
B.      Pendidikan Budi Pekerti di Cirebon
Sebagai salah satu mata pelajaran muatan local, Pendidikan Budi Pekerti terus mendapat perhatian dari berbagai elemen masyarakat termasuk pemerintah, daerah, provonsi, dan pemerintah pusat. Pendidikan Budi Pekerti (Pendidikan Trapsila) yang kelahirannya dibidani atas kerja sama dengan UNICEF terus melakukan berbagai terobosan. Beberapa pelatihan bagi pendidik/guru telah dilakukan pada tingkat Kota Cirebon. Pelatihan-pelatihan ini biasanya difasilitasi oleh Dinas Pendidikan Kota Cirebon, setiap tahunnya.
Selain itu, setelah dana pendampingan dari UNICEF tidak ada, melalui MGMPnya, Pendidikan Budi Pekerti juga mendapat bantuan dana blockgrand dari LPMP Jawa Barat (2011) dan dari P2TK Kemendikbud (2012).
C.      Kendala-Kendala
Bukannya tanpa kendala atau permasalahan dalam perjalanan implementasi Pendidikan Budi Pekerti. Pendidikan Budi Pekerti yang pada tingkat Kota Cirebon diakui sebagai mata pelajaran yang mandiri atau diajarkan secara terpisah, kerap berbenturan dengan kebijakan pusat yang mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam setiap mata pelajaran sehingga ada kegamangan tersendiri bagi para pengajar Pendidikan Budi Pekerti. Berikut beberapa kendala atau permasalahan yang kerap muncul dalam Mata Pelajaran Pendidikan Budi Pekerti.
1.       Dianggap menambah beban kurikulum (jam belajar siswa)
2.       Materi masih terkesan mengambil dari berbagai pelajaran yang lain
3.       Tenaga pengajar masih kerap berganti-ganti dan banyak/tidak ada yang berlatar belakang Pendidikan Budi Pekerti
4.       Pendidikan Budi Pekerti lebih sering diisi sebagai mata pelajaran pelengkap untuk memenuhi jam mengajar.
5.       Penilaian keberhasilan masih sarat bersifat kognitif sehingga cenderung terjebak pada hafalan materi.

D.      Tantangan Kurikulum
Wacana perubahan kurikulum 2013 setidaknya memberikan beberapa konsekuensi. Konsekuensi yang dimaksud dapat berupa penghapusan Pendidikan Budi Pekerti sebagai muatan lokal karena beberapa mata pelajaran pokok mendapatkan tambahan jam belajar. Konsekuensi lainnya adalah Pendidikan Budi Pekerti akan semakin mendapatkan perhatian khusus karena penanaman nilai semakin diutamakan seperti pada gambar berikut.

Gambar 1

Dalam gambar tersebut terdapat salah satu kelemahan kurikulum 2006 yang masih ada beberapa kompetensi yang dianggap belum belum sesuai dengan perkembangan kebutuhan (point 4).
Gambar 2

Gambar 3

Gambar 4


E.       Peluang Pendidikan Budi Pekerti
Jika melihat pola pembelajaran yang ditawarakan dalam kurikulum 2013 yang bermuara pada perubahan perilaku atau akhlak, Pendidikan Budi Pekerti masih memiliki peluang untuk terus diterapkan dalam proses belajar mengajar.  Pendidikan Budi Pekerti akan tetap mendapatkan porsi yang signifikan demi perbaikan akhlak dan nilai generasi muda.

Sumber gambar: Kemendikbud

Tidak ada komentar:

Posting Komentar