Beranda

Rabu, 18 Juli 2012

Implementasi Pendidikan Karakter

Implementasi Pendidikan Karakter dalam Proses Pembelajaran
Oleh: Daryo Susmanto
Abstrak
Fenomena-fenomena perilaku menyimpang dalam masyarakat kerap memunculkan keprihatinan. Perlu upaya yang serius untuk menangani fenomena tersebut. Pendidikan sebagai salah satu upaya untuk perbaikan kadang dicap juga sebagai penyebab fenomena tersebut. Pendidikan dianggap kurang berhasil dalam mengajarkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Pendidikan harus mampu mengubah fenomena tersebut ke arah yang lebih baik. Pendidikan nilai budaya dan karakter bangsa tidak harus menjadi pelajaran tersendiri, tetapi cukup diintegrasikan dalam mata pelajaran yang sudah ada. Implementasinya, pendidikan nilai budaya dan karakter bangsa bisa diterapkan dalam kelas, kegiatan ekstrakurikuler atau pembiasaan, dan budaya sekolah.

Permasalahan budaya dan karakter bangsa saat ini tengah menjadi sorotan masyarakat luas. Sorotan ini muncul berkaitan dengan fenomena-fenomena perilaku menyimpang di berbagai wilayah Indonesia. Dari tawuran antarpelajar, tawuran antarmahasiswa, sampai tawuran antarwarga. Selain itu, korupsi, kejahatan seksual, perampokan, pembunuhan, perilaku konsumtif, pornografi dan pornoaksi juga kian merebak. Berbagai alternatif penyelesaian seperti peraturan dan upaya penegakan hukum telah diupayakan, tetapi fenomena ini tetap terus menguat.
Salah satu alternatif penyelesaian permasalahan budaya dan karakter bangsa yang kerap dibicarakan adalah pendidikan. Pendidikan juga kerap dianggap sebagai penyebab dari fenomena tersebut, yakni rusaknya generasi muda disebabkan oleh gagalnya sistem pendidikan yang ada. Pendidikan sebagai alternatif preventif diharapkan mampu mengembangkan kualitas generasi muda bangsa dalam berbagai aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai permasalahan budaya dan karakter bangsa tersebut.
Dampak dari proses pendidikan memang tidak langsung terlihat saat proses pendidikan berlangsung, namun pendidikan memiliki daya tahan dan dampak yang kuat di masyarakat pada waktunya. Oleh karena itu, kurikulum pendidikan yang merupakan jantungnya pendidikan sudah seharusnya memberikan perhatian yang lebih besar pada pendidikan budaya dan karakter bangsa dibandingkan dengan kurikulum sebelumnya.
Pendidikan budaya dan karakter bangsa telah mendapat perhatian dari masyarakat dan pemerintah. Upaya pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa ini telah dilakukan di berbagai direktorat dan bagian di berbagai lembaga pemerintah, khususnya di berbagai unit Kementerian Pendidikan Nasional (Sekarang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional).
Pada dasarnya, pendidikan karakter bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila. Sementara itu, pendidikan karakter berfungsi sebagai berikut. (1) mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik; (2) memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur; (3) meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.
Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yang mencakup keluarga, satuan pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media massa. Dalam implementasinya, pendidikan karakter diintegrasikan ke dalam berbagai kegiatan pendidikan, baik dalam kegiatan kurikuler maupun kokurikuler. Pendididikan terintegrasi dalam kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler. Tulisan ini akan memfokuskan bagaimana implementasi pendidikan karakter ke dalam kegiatan pembelajaran.
Konsepsi Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dirumuskan fungsi dan tujuan pendidikan, yakni, Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga yang demokratis serta beranggung jawab.  Rumusan tujuan pendidikan nasional ini menjadi dasar dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa karena tujuan pendidikan nasional tersebut merupakan rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan.
Pendidikan sering diartikan sebagai upaya sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi peserta didik. Pendidikan juga diartikan sebagai suatu usaha masyarakat dan bangsa dalam mempersiapkan generasi mudanya bagi kelangsungan kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik di masa depan. Dalam pengertian lain, pendidikan adalah proses pewarisan budaya atau nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat dan pewarisan karaker bangsa bagi generasi muda dan juga proses pengembangan budaya dan karakter bangsa untuk peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa di masa yang akan datang.
            Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001), pendidikan diartikan sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Sementara itu, menurut John Dewey, pendidikan adalah suatu proses pengalaman karena kehidupan adalah pertumbuhan. Pendidikan berarti membantu pertumbuhan batin tanpa dibatasi oleh usia. Proses pertumbuhan ialah proses menyesuaikan pada tiap-tiap fase serta menambahkan kecakapan di dalam perkembangan seseorang.
Sebagai kegiatan yang penting dalam kemajuan manusia, kegiatan pendidikan pada dasarnya selalu terkait dua belah pihak, yaitu pendidik dan peserta didik. Dalam proses belajar mengajar, pendidik memiliki memiliki peran utama dalam menentukan kualitas pendidikan atau pengajaran yang dilaksanakannya, yakni pendidik memberikan pengetahuan (kognitif), sikap dan nilai (afektif), serta keterampilan (psikomotor).
            Lalu, apa yang dimaksud dengan budaya dan karakter bangsa? Budaya dapat diartikan sebagai keseluruhan sistem berpikir, nilai moral, norma, dan keyakinan manusia yang dihasilkan dalam masyarakat. Sistem berpikir, nilai moral, norma, dan keyakinan itu adalah hasil interaksi manusia dengan sesamanya dan lingkungan alamnya. Ketika kehidupan manusia terus berkembangan, yang berkembang sesungguhnya apa yang disebut sebagai unsur kebudayaan universal yakni sistem sosial, sistem ekonomi, sistem kepercayaan, ilmu, teknologi, serta seni. Adapun karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain. Interaksi seseorang dengan orang lain me­numbuhkan karakter masyarakat dan karakter bangsa.
Dari pengertian pendidikan, budaya, dan karakter bangsa di atas, maka pendidikan budaya dan karakter bangsa dimaknai sebagai pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri peserta didik sesuai dengan sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter diri­nya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat dan warganegara yang religius, nasionalis, produktif, dan kreatif. Pengembangan budaya dan karakter bangsa hanya dapat dilakukan dalam suatu proses pendidikan yang tidak terlepas dari lingkungan sosial dan budaya bangsa di mana peserta didik berada.
Sebagai pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri peserta didik, pendidikan budaya dan karakter bangsa memiliki nilai dan  karakter  sebagai  karakter dirinya, menerapkan  nilai-nilai  tersebut  dalam  kehidupan  dirinya,  sebagai  anggota masyarakat, dan warganegara  yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif.
Fungsi dan Tujuan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Fungsi dari pendidikan budaya dan karakter bangsa di awal sudah disinggung. Namun akan diperkuat lagi meliputi fungsi-fungsi sebagai berikut.
1.      Fungsi Pengembangan
Pendidikan karakter budaya dan bangsa berfungsi sebagai pengembang potensi peserta didik untuk menjadi pribadi yang berperilaku baik. Fungsi ini merupakan fungsi bagi peserta didik yang telah memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan budaya dan karakter bangsa. 
2.      Fungsi Perbaikan
Fungsi perbaikan merupakan fungsi memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam pengembangan potensi peserta didik yang bermartabat. Fungsi ini merupakan fungsi dengan sasaran peserta didik yang belum memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan budaya dan karakter bangsa.
3.      Fungsi Penyaring
Fungsi ini dimaksudkan untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat.
 Adapun tujuan dari pendidikan budaya dan karekter bangsa meliputi sebagai berikut.
1.      Mengembangkan  potensi  kalbu/nurani/afektif  peserta  didik  sebagai manusia  dan warganegara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa.
2.      Mengembangkan  kebiasaan  dan  perilaku  peserta  didik  yang  terpuji  dan  sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius.
3.      Menanamkan  jiwa  kepemimpinan  dan  tanggung  jawab  peserta  didik  sebagai generasi penerus bangsa.
4.      Mengembangkan  kemampuan  peserta  didik  menjadi  manusia  yang  mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; dan
5.      Mengembangkan  lingkungan kehidupan sekolah sebagai  lingkungan belajar yang aman,  jujur,  penuh  kreativitas  dan  persahabatan,  serta  dengan  rasa  kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity).
Pendidikan Karakter dalam Proses Pembelajaran
Sebenarnya pendidikan karakter merupakan tanggung jawab semua lapisan masyarakat, bukan melulu tanggung jawab dunia pendidikan. Pendidikan karakter sendiri bermula dari keluarga. Jika dalam keluarga tercipta suatu karakter yang bagus atau bermartabat, kemungkinan besar anak juga akan memiliki karakter yang bagus dan bermartabat. Namun, lingkungan di luar keluarga (sekolah, teman bermain atau masyarakat) juga memiliki andil besar dalam pembentukan karakter anak. Diperlukan upaya yang optimal untuk menginternalisasikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari agama, falsafah hidup berbangsa, nilai-nilai budaya, serta pengalaman praktis.
Berikut alur atau skema proses pembudayaan dan pemberdayaan budaya dan karakter bangsa yang terjadi dalam masyarakat dalam hal ini konteksnya masyarakat Indonesia.
Gambar 1. Skema Proses Pembudayaan dan Pemberdayaan Pendidikan Karakter
            Nilai-nilai budaya yang bersumber bersumber dari agama, falsafah hidup berbangsa, nilai-nilai budaya, serta pengalaman praktis tersebut, diperlukan intervensi dari keluarga, lingkungan sekolah, dan masyarakat sehingga nilai-nilai tersebut terinternalisasi dan menjadi perilaku yang berkarakter. Untuk menciptakan perilaku yang berkarakter diperlukan pula habituasi atau pembiasaan. Tentu saja intervensi dan habituasi ini harus memiliki perangkat pendukung baik berupa kebijakan, pedoman, sumber daya, sarana prasarana, kebersamaan, maupun komitmen pemangku kepentingan. Tanpa adanya daya dukung tersebut, upaya untuk pembentukan perilaku berkarakter akan sulit.
            Bagaimana internalisasi budaya dan karakter bangsa di lingkungan sekolah? Sekali lagi, untuk mengoptimalkan pelaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa diperlukan intervensi dan habituasi, termasuk dalam proses pembelajaran. Sebenarnya pendidikan karakter tidak harus menjadi sebuah mata pelajaran yang terpisah, tetapi bisa diintegrasikan, meskipun ada beberapa daerah yang menerapkan pendidikan karakter sebagai mata pelajaran yang mandiri.
            Pendidikan karakter diintegrasikan dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) pada setiap mata pelajaran. Cukupkah jika hanya diterapkan dalam KBM di kelas? Pengintegrasian dalam KBM mempunyai kelemahan terhadap kontrol, yakni kesulitan memastikan setiap guru sudah menyampaikan atau mengakomodir penerapan pendidikan karakter dalam KBM. Oleh karena itu, penerapan pendidikan karakter tidak cukup hanya diterapkan di kelas. Diperlukan upaya komprehensif dan holistik melalui budaya sekolah, kegiatan ekstrakurikuler, dan pembiasaan yang tidak bias antara di sekolah dengan keseharian di rumah. Berikut skemanya.
Gambar 2. Skema Proses Pembiasaan di Sekolah
            Skema di atas menggambarkan bagaimana pendidikan karakter tidak sebatas terintegrasi dalam mata pelajaran, tetapi juga diterapkan dalam budaya sekolah, kegiatan ekstrakurikuler, dan kesesuaian kehidupan sehari-hari di rumah dengan kehidupan di sekolah.
            Pengembangan budaya dan karakter bangsa tidak dimasukkan sebagai pokok bahasan atau subpokok bahasan, tetapi terintegrasi ke dalam mata pelajaran, pengembangan diri atau ekstrakurikuler, dan budaya sekolah. Dengan demikian, guru dan sekolah harus mengintegrasikan nilai-nilai yang dikembangakan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa ke dalam KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), silabus, dan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang sudah ada.
            Ada beberapa prinsip yang digunakan dalam pengembangan pendidikab budaya dan karakter bangsa. Prinsip-prinsip yang digunakan dalam pengembangan pendidikab budaya dan karakter bangsa tersebut meliputi hal-hal berikut ini.
1.      Berkelanjutan
Prinsip ini menggambarkan bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa merupakan sebuah proses panjang. Proses ini dimulai dari awal peserta didik masuk sampai peserta didik selesai dari suatu satuan pendidikan.
2.      Terintegrasi melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah
Prinsip ini mensyaratkan bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya karakter bangsa dilakukan melalui semua mata pelajaran, dalam setiap kegiatan kurikuler, maupun ekstrakurikuler, termasuk dalam budaya sekolah. Hal ini karena memang proses pembelajaran tidak hanya berlangsung di dalam kelas, tetapi di dalam seluruh kegiatan yang ada dalam sekolah.
3.      Nilai tidak diajarkan tetapi dikembangkan
Prinsip ini bermakna bahwa materi nilai budaya dan karakter bangsa bukanlah bahan ajar biasa. Maksudnya, nilai-nilai tidak dijadikan sebagai pokok bahasan yang diajarkan seperti mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, maupun fakta dalam suatu mata pelajaran Agama, Bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS, Matematika, dan pelajaran lainnya.
Materi pelajaran dijadikan sebagai media atau bahan untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Guru tidak perlu mengubah pokok bahasan yang sudah ada, tetapi menggunakan materi pokok bahasan tersebut untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Konsekuensinya, nilai-nilai budaya dan karakter bangsa tidak ditanyakan ketika ulangan atau ujian. Namun, pserta didik tetap perlu memahami pengertian suatu nilai yang sedang mereka kembangkan sehingga mereka tidak berada dalam posisi tidak tahu dan tidak paham makna dari nilai tersebut.
4.      Proses pendidikan dilakukan secara aktif dan menyenangkan
Dalam prinsip ini mengandung makna bahwa proses pendidikan nilai budaya karakter bangsa dilakukan oleh peserta didik, bukan oleh gurunya. Guru sebatas memberi dorongan dan arahan dalam setiap perilaku yang ditunjukkan peserta didik. Untuk memudahkan pencapaian diperlukan suasana belajar yang menimbulkan rasa senang dan tidak merasa didoktrinasi.
            Prinsip-prinsip di atas jika diimplementasikan secara benar dan efektif akan menghasilkan perubahan sikap dan perilaku yang mendasar. Nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang dikembangkan dalam proses pembelajaran baik di dalam kelas maupun di luar kelas akan terinternalisasi secara sadar atau tidak sadar ke dalam perilaku  peserta didik, sehingga mereka menjadi insan yang berkarakter. Proses ini tidak akan berhasil tanpa adanya sebuah teladan dari para pemangku kepentingan, khusunya guru.

Daftar Pustaka
Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Manajemen Sekolah Berwawasan Budi Pekerti. Jakarta: Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
Hamid Darmadi. 2009. Kemampuan Dasar Mengajar, Landasan Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabeta.
Iif Khoiru Ahmadi dan Sofan Amri. 2010. Strategi Pembelajaran Sekolah Berstandar Internasional dan Nasional. Jakarta: Prestasi Pustaka Publiser.
Kementerian Pendidikan Nasional. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar